Minggu, 18 Maret 2012

Tentang HAM ( Hak Asasi Manusia ) didalam kewarganegaraan



TUGAS PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN #
TENTANG HAM ( Hak Asasi Manusia )















NAMA : ARDILLA KUSUMA
NPM : 30110999                   
KELAS  : 2DB22                             









BAB I
PENDAHULUAN

1.         Latar Belakang Masalah
Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi.Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh.Masalah HAM adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini.HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era reformasi dari pada era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan orang
lain. Jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha perolehan atau pemenuhan HAM pada diri kita sendiri. Dalam hal ini penulis merasa tertarik untuk membuat makalah tentang HAM.Maka dengan ini penulis mengambil judul “Hak Asasi Manusia”.












BAB II
ISI

1.   Perkembangan Pemikiran HAM
Dibagi dalam 4 generasi, yaitu :
A.  Generasi pertama berpendapat bahwa pemikiran HAM hanya berpusat pada bidang hukum dan politik. Fokus pemikiran HAM generasi pertama pada bidang hukum dan politik disebabkan oleh dampak dan situasi perang dunia II, totaliterisme dan adanya keinginan Negara-negara yang baru merdeka untuk menciptakan sesuatu tertib hukum yang baru.
B. Generasi kedua pemikiran HAM tidak saja menuntut hak yuridis melainkan juga hak-hak sosial, ekonomi, politik dan budaya. Jadi pemikiran HAM generasi kedua menunjukan perluasan pengertian konsep dan cakupan hak asasi manusia.Pada masa generasi kedua, hak yuridis kurang mendapat penekanan sehingga terjadi ketidakseimbangan dengan hak sosial-budaya, hak ekonomi dan hak politik.
C. Generasi ketiga sebagai reaksi pemikiran HAM generasi kedua. Generasi ketiga menjanjikan adanya kesatuan antara hak ekonomi, sosial, budaya, politik dan hukum dalam suatu keranjang yang disebut dengan hak-hak melaksanakan pembangunan.Dalam pelaksanaannya hasil pemikiran HAM generasi ketiga juga mengalami ketidakseimbangan dimana terjadi penekanan terhadap hak ekonomi dalam arti pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama, sedangkan hak lainnya terabaikan sehingga menimbulkan banyak korban, karena banyak hak-hak rakyat lainnya yang dilanggar.
D. Generasi keempat yang mengkritik peranan negara yang sangat dominant dalam proses pembangunan yang terfokus pada pembangunan ekonomi dan menimbulkan dampak negative seperti diabaikannya aspek kesejahteraan rakyat. Selain itu program pembangunan yang dijalankan tidak berdasarkan kebutuhan rakyat secara keseluruhan melainkan memenuhi kebutuhan sekelompok elit. Pemikiran HAM generasi keempat dipelopori oleh Negara-negara di kawasan Asia yang pada tahun 1983 melahirkan deklarasi hak asasi manusia yang disebut Declaration of the basic Duties of Asia People and Government

2.   Makna dan sejarah perkembangan HAM di dunia
Dalam sejaarah umat manusia, telah tercatat banyak kejadian dimana seseorang atau segolongan manusia mengadakan perlawanan terhadap penguasa atau golongan lain untuk memperjuangkan apa yang dianggap haknya. Perjuangan  hak asasi dalam bentuk apapun merupakan perjuangan yang terus terjadi sepanjang sejarah. Sering kali perjuangan tersebut menuntut pengorbanan jiwa dan raga, maka ketika perjuangan itu memperoleh hasilnya akan terus di pertahankan demi kelangsungan hidup bersama.
Secara umum, hak asasi manusia adalah hak dasar atau hak pokok yang dimiliki manusia sebagai anugerah tuhan yang maha esa.Berikut ini adalah beberapa pengertian hak asasi manusia yang telah di peroleh dan dibawanya bersama dengan kelahiran atau kehadirannya dalam kehidupan masyarakat.Dasar dari semua hak asasi adalah bahwa manusia harus memperoleh kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat dan cita-citanya. Setelah terjadi perang yang melibatkan  hampir seluruh pihak di dunia,dimana hak-hak asasi di injak-injak lantas timbul keinginan untuk merumuskan  hak-hak asasi manusia itu dalam suatu naskah internasional oleh PBB.
A.  Prof.Mr.koentjoro poerbapranoto berpendapat bahwa hak asasi manusia adalah hak yang bersifat asasi,artinya hak-hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya yang tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya, sehingga sifatnya suci.
B.  John locke berpendapat bahwa hak asasi manusia adalah hak asasi yang melekat secara kodrati pada setiap manusia.
C.  Menurut UU No. 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM. Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat manusia dan keberadaan manusia sebagai makhluk ciptaan tuhan yang maha esa dan merupakan anugrah-Nya yang wajib di hormati,dijunjung tinggi,dan di lindungi oleh Negara, Hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
D.  Hukum hamurabi tahun 2500 s.d. 1000 SM, yaitu perjuangan nabi Ibrahim melawan kelaliman raja namrud yang memaksakan harus menyembah patung ( berhala ). Nabi musa, kemerdekakan bangsa yahudi dari perbudakaan raja fir’aun ( mesir ).
E.   Pada tanggal 15 juni tahun 1215, magna charta ( piagam agung ) masa raja John Lacklad di inggris menulis dalam sebuah dokumen HAM , yaitu
1.   Raja beserta keturunannya berjanji akan menghormati kemerdekaan,hak,dan kebebasan gereja inggris.
2.   Raja berjanji kepada pendu7duk kerajaan yang bebas untuk memberikan hak-hak sebagai berikut :
A.  Para petugas keamanan dan pemungut pajak akan menghormati hak-hak penduduk.
B.  Polisi ataupun jaksa tidak dapat menuntut seseorang tanpa bukti dajn saksi yang sah.
C.  Seseorang yang bukan budak tidak akan ditahan,ditangkap,atau dinyatakan bersalahtanpa perlindungan Negara dan tanpa alasan hokum sebagai dasar tindakannya.
D.  Apabila seseorang tanpa perlindungan hokum sudah terlanjur ditahan, raja berjanji akan mengoreksi kesalahannya.

3.   MACAM-MACAM Hak asasi manusia
Hak hak yang melekat secara kodrati dalam diri manusia sesungguhnya sebanyak aapa yang menjadi aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari.
Akan tetapi, hak asasi manusia tersebut biasa digolongkan menjadi enam bidang kehidupan berikut.
A.  Hak asasi pribadi (personal rights ), yaitu hak kemerdekaan memeluk agama masing-masing,hak hidup,dan hak menyatakan pendapat
B.  Hak asasi ekonomi (property rights ), yaitu hak kebebasan memiliki sesuatu,hak membeli dan menjual sesuatu,serta hak mengadakan suatu perjanjian atau kontrak.
C.  Hak asasi mendapatkan pengayoman dan perlindungan yang sama keadilan ( Hukum ) dan pemerintahan ( rights of legal equality ).
D.  Hak asasi politik ( political rights ), yaitu hak untuk diakui sebagai warga Negara yang sederajat. Oleh karena itu, setiap warga Negara mempunyai hak memilih dan dipilih,mendirikan partai politik atau organisasi serta mengadakan petisi,dan kritik atau saran.
E.   Hak asasi social dan kebudayaan ( social and culture rights ), misalnya hak untuk memilih pendidikan atau mengembangkan kebudayaan yang disukai.
F.   Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan hokum ( procedural rights ), seperti hak mendapat perlakuan yang adil dan wajar dalam penangkapan,penahanan, penggeledahan,peradilan, ataupn pembelaan hukum.



4.   UPAYA Penegakan HAM di Indonesia
1.   Pembentukan KOMNAS HAM
Proses penegakan HAM di Indonesia  sesungguhnya sudah di rintis sejak masa pemerintahan orde baru dengan keluarnya kepres No. 50 tahun 1993 pada tanggal 7 desember 1993 tentang komisi nasional hak asasi manusia. Selanjutnya, komisi itu disebut dengan komnas HAM. Meskipun demikian, sesungguhnya pembentukan komnas HAM merupakan tindak lanjut dari deklarasi Wina ( Vienna Declaration and program of action of the world conference  on human rights) yang telah diterima oleh konfrensi dunia ke-2 mengenai HAM di wina,Austria,pada tanggal 25 juni 1993. Kemudian, diperkuat kedudukannya melalui UU No.39 tahun 1999, tentang HAM dan UU No. 26 tahun 2000, tentang pengadilan HAM
 Hal tersebut menimbulkan reaksi dan kecaman masyarakat internasional  termasuk IGGI ( Inter Governmental Group on Indonesia ).
Kecaman internasional tersebut menyebabkan Indonesia keluar dari keanggotaan IGGI pada tanggal 25 maret 1992.Pengunduran Indonesia dari keanggotaan IGGI itu membawa dampak positif, yakni dibentuknya Komnas HAM yang diketuai oleh Ali Said, mantan menteri kehakiman. Pembentukan Komnas HAM bertujuan antara lain sebagai berikut :
A.  Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan HAM sesuai dengan pancasila,UUD 1945, Piagam PBB dan Deklarasi Universal HAM.
B.  Meningkatkan perlindungan dan penegakan HAM guna berkembangnya pribadi manusia seutuhnya dan kemampuannya berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan. 
2.   PEMBENTUKAN RANHAM ( Rencana Aksi HAM )
Dalam melaksanakan fungsi,tugas,dan wewenang guna mencapai tujuannya komnas HAM menggunakan sebagai acuan instrumen-instrumen yang berkaitan dengan HAM, baik nasional maupun internasional.
A.  Instrumen Nasional
1.   UUD 1945 beserta amandemennya
2.   Tap MPR Nomor XVII/MPR/1998
3.   UU Nomor 39 Tahun 1999
4.   UU Nomor 26 Tahun 2000
5.   Peraturan perundan-undangan nasional lainnya yang terkait.
B.  Instrumen Internasional
1.   Piagam PBB (1945).
2.   Deklarasi Universal HAM (1948).
3.   Instrumen internasional lain mengenai HAM yang telah disahkan dan diterima oleh Indonesia.
3.   Pembentukan Pengadilan HAM di Indonesia
Pembentukan pengadilan HAM di Indonesia merupakan upaya masyarakat dan pemerintahan  dalam rangka penegakan dan penghormatan terhadap pelaksanaan HAM di Indonesia. Pembentukan pengadilan di HAM di Indonesia didasarkan pada amanat UU nomer 39 tahun 1999, tentang HAM dan  pasal 43 UU Nomor 26 t5ahun 2000,tentang pengadilan hak asasi manusia. Pembentukan pengadilan HAM Ad Hoc pada pengadilan negeri Jakarta pusat berdasarkan keputusan presiden nomor 53 tahun 2001,tertanggal 23 April 2001.
 Sesuai dengan UU nomor 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM yang menentukan bahwa p0elanggaran Hak Asasi Manusia yangt berat, yangt terjadi sebelum berlakunya UU tersebut, diperiksa dan diputus oleh pengadilan hak pelaksanaan pengadilan HAM Ad Hoc adalah berwenang memeriksa dan memutus dugaan perkara pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat yang terjadi di timur,dan ditanjung priok pada tahun 1984.  
4.   Komisi kebenaran dan persahabatan ( KKP ) Indonesia  dan timor leste
Komisi kebenaran dan persahabatan indonesia dan timor leste di bentuk berdasarkan kesepakatan bersama dan memorandum of Understanding (MoU) antara dua kepala Negara pada 14 desember 2004 di bali. Komisioner KKP terdiri dari Indonesia dan timor leste dengan mandat utama untuk mengungkap kebenaran konklusif mengenai pelanggaran HAM yang dilaporkan terjadi di timor timur menjelang dan segera sesudah jajak pendapat, antara 27 januari sampai 25 oktober 1999, sebagai dasar pembangunan persahabatan antar-kedua Negara.
      Tugas komisi ini adalah melakukan penyelidikan,memutuskan apakah terjadi  pelanggaran HAM berat dan mengidetifikasi pertanggungjawaban institusional,serta merumuskan rekomendasi dan pelajaran yang dapat diambil.
      Setelah bekerja selama 2 setengah tahun sejak agustus 2005 akhirnya komisi kebenaran dan persahabatan (KKP) menyerahkan laporan akhir yang berjudul per Memoriam ad Spem (melalui kenangan menuju harapan ) kepada presiden susilo bambang yudhoyono dan presiden timor leste Jose Ramos Horta beserta Perdana Menteri Timor leste Xanana Gusmao diDenpasar pada 15 juli 2008. Hal penting dari laporan akhir KKP ini adalah adanya pengakuan telah terjadi pelanggaran HAM berat dalam bentuk kejahatan terhadap kemanusian pada masa persiapan dan pelaksanaan jajak pendapat atau referendum di timor leste pada 1999.

5.   Silsilah dokumen hak asasi manusia
Penelusuran historis dan pentakrifan (pemberitahuan) paham HAM itu harus dimulai dengan memfokuskan penelahan terhadap satu periodesasi awal sejarah perkembangan HAM itu sendiri, kajian ini berguna untuk membantu kita agar mampu memverifikasi,dan mentataurutkan keseluruhan silsilahnya, guna mempermudah pentransmisiannya agar tidak mengalami penceceran dalam proses pengejahwantahannya, dari satu konteks pemahaman periodik ke sistematika pemahaman komprehensif yang utuh tentang pengakuan HAM sebagai ideology universal ( total) bukannya particular. Ide ini meupakan parameter untuk mengukur derajat  perkembangannya pemahaman dan pemenuhan HAM, dari satu generasi sejarah tertentu  menuju proses peradaban dan perkembangan HAM  itu bersesuaian dengan dimensi Zaman. Ini salah satu fakta mendasar dalam kehidupan manusia dan harus dikaji, dan di pertahankan terus menerus dalam pikrian kita. Sebagai “sejarah dunia “ ia merupakan risalah kompleksitas dari proses perjalanan akan kesadaran diri dan kebebasan manusia untuk memperjuangkan jati diri dan pemenuhan kemartabatannya. Pada periode 1215 kekuatan bangsawan berhasil mendesak para raja-raja di inggris untuk segera memberikan magna charta libertatum sebagai wujud realisai dari pelbagai tuntutan-tuntutan rakyat. Kekuatan kolektif kaum bangsawan ini di pedomani oleh volume dan dinamika konflik yang berkepanjangan yang terjadi pada level aristokrasi berhadapan dengan kalangan feodalis (para raja) hampir selama empat puluh tahun yang kemudian bermuara pada penandatanganan dokumen ini di dekat Istana Windsor. Peristiwa ini memiliki nilai historis yang sangat menumental dalam “ sejarah dunia ” umat manusia. Dibalik itu termaktub pengakuan legitimasi paham historis HAM, karena ia memiliki nilai postulat pokok dan merupakan dokumen  pertama sejarah hak asasi manusia yang relatife konstruktif.
onsep Hak Asasi Manusia dalam UU. Nomor 39 Tahun 1999: Telaah dalam Perspektif Islam
Catatan Pembuka
Dewasa ini hak asasi manusia tidak lagi dipandang sekadar sebagai perwujudan paham individualisme dan liberalisme seperti dahulu. Hak asasi manusis lebih dipahami secara humanistik sebagai hak-hak yang inheren dengan harkat martabat kemanusiaan, apa pun latar belakang ras, etnik, agama, warna kulit, jenis kelamin  dan pekerjaannya. Konsep tentang hak asasi manusia dalam konteks modern dilatarbelakangi oleh pembacaan yang lebih manusiawi tersebut, sehingga konsep HAM diartikan sebagai berikut:
“Human rights could generally be defined as those rights which are inherent in our nature and without which we cannot live as human beings”
Dengan pemahaman seperti itu, konsep hak asasi manusia disifatkan sebagai suatu common standard of achivement for all people and all nations, yaitu sebagai tolok ukur bersama tentang prestasi kemanusiaan yang perlu dicapai oleh seluruh masyarakat dan negara di dunia.
Pada tataran internasional, wacana hak asasi manusia telah mengalami perkembangan yang sangat signifikan.Sejak diproklamirkannya The Universal Declaration of Human Right tahun 1948, telah tercatat dua tonggak historis lainnya dalam petualangan penegakan hak asasi manusia internasional.  Pertama, diterimanya dua kovenan (covenant) PBB, yaitu yang  mengenai Hak Sipil dan Hak Politik serta Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Dua kovenan itu sudah dipemaklumkan sejak tahun 1966, namun baru berlaku sepuluh tahun kemudian setelah diratifikasi tiga puluh lima negara anggota PBB. Kedua, diterimanya Deklarasi Wina beserta Program Aksinya oleh para wakil dari 171 negara pada tanggal 25 Juni 1993 dalam Konferensi Dunia Hak Asasi Manusia PBB di Wina, Austria. Deklarasi yang kedua ini merupakan kompromi antar visi negara-negara di Barat dengan pandangan negara-negara berkembang dalam penegakan hak asasi manusia.
Di Indonesia, diskursus tetang penegakan hak asasi manusia juga tidak kalah gencarnya. Keseriusan pemerintah di bidang HAM paling tidak bermula pada tahun 1997, yaitu semenjak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) didirikan setelah diselenggarakannya Lokakarya Nasional Hak Asasi Manusia pada tahun 1991. Sejak itulah tema tentang penegakan HAM di Indonesia menjadi pemebicran yang serius dan berkesinambungan.Kesinambungan itu berwujud pada usaha untuk mendudukkan persoalan HAM dalam kerangka budaya dan sistem politik nasioanal sampai pada tingkat implementasi untuk membentuk jaringan kerjsama guna menegakkan penghormatan dan perlindungan HAM tersebut di Indonesia.Meski tidak bisa dipungkiri adanya pengaruh internasional yang menjadikan hak asasi manusia sebagai salah satu isu global, namun penegakan hak asasi manusia di Indonesia lebih merupakan hasil dinamika intrenal yang merespon gejala internasional secara positif. 
Adalah pada tahun 1999 lah, Indonesai memiliki sistem hukum yang rigid dan jelas dalam mengatur dan menyelesaikan persoalan pelangaran HAM di Indonesia. Diberlakukannya UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia kendati agak terlambat merupakan langkah progresif dinamis yang patut dihargai dalam merespon isu internasional di bidang hak asasi manusia walaupun masih perlu dilihat dan diteliti lebih jauh isinya.
Beberapa pertanyaan mendasar muncul pada waktu itu sampai saat ini.Bagaimana konsep HAM menurut undang-undang tersebut?Sejauh mana memiliki titik relevansi dengan dinamisasi masyarakat?Bagaimana penegakannya selama ini? Seberapa besar ia mengakomodasi nilai-nilai universal?   
Tulisan singkat ini tidak akan menjawab semua persoalan di atas, tetapi hanya akan mencoba menelisik persoalan HAM di Indonesia dengan melakukan pengujian terhadap instrumen UU no. 39 tahun 1999 tentang HAM secara sederhana dan melakukan studi komparatif dengan konsep HAM dalam Islam mengingat keberadaan Indonesia yang berpenduduk mayoritas muslim.  Pembahasan akan diawali dengan membeberkan konsep HAM dalam kerangka UU. No. 39 tahun 1999, dilanjutkan dengan HAM dalam perspektif Islam dan diakhiri dengan analisis berupa kajian UU tentang HAM ditinjau dalam perspektif Islam.
Konsep HAM dalam UU. No. 39 tahun 1999
Hak Asasi Manusia  adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM).
Pelanggaran Hak Asasi Manusia  adalah setiap perbuatan seseoarang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut Hak Asasi Manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang, dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku (Pasal 1 angka 6 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM).
Dalam Undang-undang ini pengaturan mengenai Hak Asasi Manusia ditentukan dengan berpedoman pada Deklarasi Hak Asasi Manusia PBB, konvensi PBB tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita, konvensi PBB tentang hak-hak anak dan berbagai instrumen internasional lain yang mengatur tentang Hak Asasi Manusia. Materi Undang-undang ini disesuaikan juga dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan hukum nasional yang berdasarkan Pancasila, UUD 45 dan TAP MPR RI Nomor XVII/MPR/1998.
Hak-hak yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia terdiri dari:
1. Hak untuk hidup. Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, meningkatkan taraf kehidupannya, hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin serta memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat.
2. Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan. Setiap orang berhak untuk membentuk kelaurga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang syah atas kehendak yang bebas.
3. Hak mengembangkan diri. Setiap orang berhak untuk memperjuangkan hak pengembangan dirinya, baik secara pribadi maupun kolektif, untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.
4. Hak memperoleh keadilan. Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan secara obyektif  oleh Hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan adil dan benar.
5. Hak atas kebebasan pribadi. Setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan politik, mengeluarkan pendapat di muka umum, memeluk agama masing-masing, tidak boleh diperbudak, memilih kewarganegaraan tanpa diskriminasi, bebas bergerak, berpindah dan bertempat tinggal di wilayah Republik Indonesia.
6. Hak atas rasa aman. Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, hak milik, rasa aman dan tenteram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
7. Hak atas kesejahteraan. Setiap orang berhak mempunyai milik, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain demi pengembangan dirinya, bangsa dan masyarakat dengan cara tidak melanggar hukum serta mendapatkan jaminan sosial yang dibutuhkan, berhak atas pekerjaan, kehidupan yang layak dan berhak mendirikan serikat pekerja demi melindungi dan memperjuangkan kehidupannya.
8. Hak turut serta dalam pemerintahan. Setiap warga negara berhak turut serta dalam pemerintahan dengan langsung atau perantaraan wakil yang dipilih secara bebas dan dapat diangkat kembali dalam setiap jabatan pemerintahan.
9. Hak wanita. Seorang wanita berhak untuk memilih, dipilih, diangkat dalam jabatan, profesi dan pendidikan sesuai dengan persyaratan dan peraturan perundang-undangan.Di samping itu berhak mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaan atau profesinya terhadap hal-hal yang dapat mengancam keselamatan dan atau kesehatannya.
10. Hak anak. Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat dan negara serta memperoleh pendidikan, pengajaran dalam rangka pengembangan diri dan tidak dirampas kebebasannya secara melawan hukum.
Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Islam
Masalah hak asasi manusia menurut para sarjana yang melakukan penelitian pemikiran Barat tentag negara dan hukum, berpendapat bahwa secara berurut tonggak-tonggak pemikiran dan pengaturan hak assasi manusia mulai dari Magna Charta (Piagam Agung 1215), yaitu dokumen yang mencatat beberapa hak yang diberikan raja John dari Inggris kepada bangsawan bawahannya atas tuntutan mereka. Naskah ini sekaligus membatasi kekuasaan raja tersebut. Kedua adalah Bill of Right (Undang-Undang Hak 1689) suatu undang-undang yang diterima oleh parlemen Inggris, setelah dalam tahun 1688 melakukan rrevolusi tak berdarah (the glorius revolution) dan berhasil melakukan perlawanan terhadap raja James II. Menyusul kemudian The American eclaration of Indepencence of 1776, dibarengi dengan Virginia Declaration of Right of 1776.seterusnya Declaration des droits de I’homme et du citoyen (pernyataan hak-hak manusai dan warga negara, 1789) naskah yang dicetuskan pada awal revolusi Perancis sebagai perlawanan terhadap kesewenang-wenangan raja dengan kekuasaan absolut. Selanjutnya Bill of Right (UU Hak), disusun oleh rakyat Amerika Serikatr pada tahun 1789, bersamaan waktunya dengan revolusi Perancis, kemudain naskah tersebut dimasukkan atau doitambahkan sebagai bagian dari Undang-Undang Dasar Amerika Serikat pada tahun 1791. 
Beberapa pemikiran tentang hak asasi manusia pada abad ke 17 dan 18 di atas hanya terbatas pada hak-hak yang bersifat politis saja, misalnya persamaan hak, kebebasan, hak memilih dan sebagainya. Sedangkan pada abad ke 20, ruang lingkup hak asasi manusia diperlebar ke wilayah ekonomi, sosial, dan budaya. 
Berdasar naskah-naskah di atas, Franklin Delano Roosevelt (Presiden Amerika ke-32) meringkaskan paling tidak terdapat Empat Kebebasan (The Four Freedoms) yang harus diakui, yakni (1) freedom of speech (kebebasan untuk berbicara dan mengeluarkan pendapat, (2) freedom of religion (kebebasan beragama), (3) freedom from want (kebebasan dari kemiskinan), dan (4) freedom from fear (kebebasan dari rasa takut).  
Jika dilihat lebih seksama, semua yang termasuk isi utama dari naskah-naskah politik di atas, yang berkaitan dengan hak asasi manusia, terdapat dalam al-Qur’an, sedangkan Empat Kebebsan terdapat dalam Konstitusi Madinah, baik tersirat maupun tersurat. Kendati demikian, Konstitusi Madinah yang sudah tersurat pada tahun 622 (abad ke-7 M) dan al-Qur’an sudah selesai dikumpulkan dan ditulis sebagai kitab pada tahun 25 H (tahun 647 M) tetapi ternyata dalam studi tentang hak-hak asasi manusia oleh kebanyakan para sarjana tidak disinggung sama sekali. Padahal kalau dibandingkan dengan naskah-naskah di atas, semuanya tertinggal tujuh sampai tiga belas abad di belakang Konstitusi Madinah dan al-Qur’an.
Secara historis, berbicara tentang konsep HAM menurut Islam dapat dilihat dari isi Piagam Madinah. Pada alenia awal yang merupakan “Pembukaan” tertulis sebagai berikut:
بسماللهالرحمنالرحيم. هذاكتابمنمحمدالنبيصلىاللهعليهوسلمبينالمؤمنينوالمسلمينمنقريشويثربومنتبعهمفلحقبهموجاهدمعهم
Terdapat sedikitnya lima makna pokok kandungan alenia tersebut, yaitu pertama, penempatan nama Allah SWT pada posisi terata, kedua, perjanjian masyarakat (social contract) tertulis, ketiga, kemajemukan peserta, keempat, keanggotaan terbuka (open membership), dan kelima, persatuan dalam ke-bhineka-an (unity in diversity).
Hak asasi manusia yang terkandung dalam Piagam Madinah dapat diklasifikasi menjadi tiga, yaitu hak untuk hidup, kebebasan, dan hak mencari kebahagiaan.
1. Hak untuk hidup
Pasal 14 mencantumkan larangan pembunuhan terhadap orang mukmin untuk kepentingan orang kafir dan tidak boleh membantu orang kafir untuk membunuh orang mukmin. Bahkan pada pasal 21 memberikan ancaman pidana mati bagi pembunuh kecuali bila pembunuh tersebut dimaafkan oleh keluarga korban.
2. Kebebasan
Dalam konteks ini, kebebasan dapat dibagi menjadi empat kategori, yaitu:
a. Kebebasan mengeluarkan pendapat
Musyawarah merupakan salah satu media yang diatur dalam Islam dalam menyelesaikan perkara yang sekaligus merupakan bentuk penghargaan terhadap kebebasan mengeluarkan pendapat.
b. Kebebasan beragama
Kebebasan memeluk agama masing-masing bagi kaum Yahudi dan kaum Muslim tertera di dalam pasal 25.
c. Kebebasan dari kemiskinan
Kebebasan ini harus diatasi secara bersama, tolong menolong serta saling berbuat kebaikan terutama terhadap kaum yang lemah. Di dalam Konstitusi Madinah upaya untuk hal ini adalah upaya kolektif bukan usaha individual seperti dalam pandanagn Barat.
d. Kebebasan dari rasa takut
Larangan melakukan pembunuhan, ancaman pidana mati bagi pelaku, keharusan hidup bertetangga secara rukun dan dami, jaminan keamanan bagi yang akan keluar dari serta akan tinggal di Madinah merupakan bukti dari kebebasan ini.
3. Hak mencari kebahagiaan
Dalam Piagam Madinah, seperti diulas sebelumnya, meletakkan nama Allah SWT pada posisi paling atas, maka makna kebahagiaan itu bukan hanya semata-mata karena kecukupan materi akan tetapi juga harus berbarengan dengan ketenangan batin. 
Relevansi Konsep HAM dalam UU No. 39 tahun 1999 dan Islam
Walaupun tidak sampai pada tingkatan studi kritis dan dengan mencoba melakukan komparasi secara sederhana antara konsep hak asasi manusia yang tertuang dalam UU No. 39 tahun 1999 dengan konsep HAM dalam Islam melalui pendekatan relevansional maka studi ini bermaksud menjawab pertanyaan sejauh mana relevansi antar kedua konsep tersebut.
Untuk melakukan kajian ini penulis membagi ke dalam beberapa domain, antara lain Ketuhanan Yang Maha Esa, keadilan, kesejahteraan bersama, 
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
Piagam Madinah dimulai dengan kalimat basmalah. Dalam pasal 22 ditegaskan bahwa orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir tidak akan menolong pelaku kejahatan dan juga tidak akan membelanya. Bilamana terjadi peristiwa ataun perselisihan di antara pendukung Piagam Madinah yang dikhawatirkaan akan menimbulkan bahaya dan kerusakan, penyelesaiannya menurut ketentuan Allah, demikian ditetpakan dalam pasal 42.
Sedangkan dalam UU.No. 39 tahun 1999 tepatnya pada bagian “Ketentuan Umum” point 1 disebutkan bahwa hak asasi manusia merupakan sebuah hak yang melekat pada manusia dalam eksistensinya sebagai ciptaan Tuhan dan merupakan anugerah-Nya. Artinya persoalan penghormatan dan perlindungan HAM tidak saja menempatkan manusia pada posisi sentral (antropoSentris) akan tetapi terdapat dimensi transendental yang juga harus diperhatikan.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep penegakan Ketuhanan Yang Maha Esa, yang dalam terminologi Islam disebut tauhid tertera baik dalam Piagam Madinah maupun UU tentang HAM.  
2. Keadilan
Keadilan tercantum secara tegas baik di dalam Islam yang tertera dalam al-Qur’an maupun dalam Piagam Madinah maupun di dalam UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan konstitusi mana saja di dunia ini. Bahkan kata keadilan ini bergema pada setiap ada persekutuan sosial, tidak terkecuali dalam suatu keluarga.Keadilan, menurut Daniel Webster, adalah kebutuhan manusia yang paling luhur.
Pasal 17, 18, dan 19 UU No. 39 tahun 1999 secara umum menetapkan bahwa bahwa setiap warga negara mempunyai hak untuk memperoleh keadilan. Tentu saja cara mmeperolehnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan melalui mekanisme yang telah diatur. Semua perkara, kasus, dan sengketa yang terjadi dalam masyarakat harus diselesaikan melalui jalur hukum.
Menurut SM. Amin, hukum adalah kumpulan peraturan yang terdiri dari norma-norma dan sanksi-sanksi yang bertujuan mengadakan ketertiban dalam pergaulan manusia sehingga keadilan, keamanan dan ketertiban terpelihara. Sedangkan dalam konsepsi Islam, berbuat adil merupakan aktivitas yang dekat dengan takwa.
3. Kesejahteraan bersama
Dalam pasal 36 UU No. 39 tahun 1999 disebutkan bahwa setiap orang mempunyai hak untuk memiliki demi pengembangan dirinya dengan cara yang tidak melanggar hukum. Lebih jauh lagi dalam pasal 27 (2) UUD 1945 ditetapkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Hak untuk mendapatkan kesejahteraan dalam Islam merupakan salah satu yang diutamakan.Ajaran zakat, infaq dan sodaqoh merupakan bentuk kepedulian Islam terhdapa terciptanya kesejahteraan bersama dan kebebasan dari kemiskinan.Selain itu, Islam juga sangat mengutamakan kebersamaan dan menganjurkan tolong menolong terutama terhadap kaum miskin dan lemah dan oleh karena itu, Islam mengharamkan riba.
Catatan Penutup
Berdasar penelusuran historik, M. Mahfud MD menulis bahwa ada tiga konsepsi dasar yang harus dipenuhi untuk membangun negara yang sejahtera, yaitu perlindungan HAM, demokrasi, dan negara hukum.Ketiga konsep ini lahir dari paham yang menolak kekuasaan absolut menyusul Renaissance yang bergelora di dunia Barat sejak abad XIII.
Pemerintah berkuasa karena rakyat memberi kekuasaan untuk menyelenggarakan pemerintahan negara, agar negara dapat memberi perlindungan atas Hak-hak Asasi Manusia (HAM).UU.No. 39 tahun 1999 bisa jadi merupakan manifestasi dari pemberian perlindungan tersebut. Jika ditelusuri ternyata konsep HAM dalam UU No. 39 tahun 1999 relevan dengan konsep HAM dalam Islam baik yang tertuang dalam al-Qur’an maupun Piagam Madinah. Bentuk relevansinya terletak pada nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, keadilan, dan kesejahteraan bersama.
Kendati demikian, pertanyaan kritis yang selalu patut dilayangkan kepada pemerintah adalah bagaimana penegakan HAM pada tataran aplikatif.Serentetan kasus yang berkaitan dengan pelanggaran HAM masih saja terjadi di Indonesia sampai sekarang.Nampaknya pembicaraan tentang hak asasi manusia hanya berhenti pada wilayah diskursif di forum-forum ilmiah tanpa pernah ditindaklanjuti secara nyata.







BAB III
PEMECAHAN MASALAH
    Sejak era perjuangan kemerdekaan,bangsa Indonesia telah mengikatkan diri kepada demokrasi sebagai alternatif bagi bentuk kehidupan dan pemerintahan otoritarianisme. Di awal revolusi kemerdekaan, tekad itu di tuangkan kedalam konstitusi sebagai blue print Negara Indonesia merdeka.Didalam konstitusi alternatif yang di tetapkan pertengahan dan akhir revolusi pun komitmen demokerasi itu di pertahankan.Begitu pula di dalam konstitusi yang gagal di tetapkan oleh dewan konstituante hasil pemilu 1995, dan bahkan di dalam konstitusi yang diamandemen di era reformasi ini demokerasi di rumuskan secara lebih rinci.Tapi sekarang kebebasan demokrasi pun di batasin.
HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan kiprahnya. Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu hal yang perlu kita ingat bahwa Jangan pernah melanggar atau menindas HAM orang lain.
HAM setiap individu dibatasi oleh HAM orang lain. Dalam Islam, Islam sudah lebih dulu memperhatikan HAM. Ajaran Islam tentang Islam dapat dijumpai dalam sumber utama ajaran Islam itu yaitu Al-Qur’an dan Hadits yang merupakan sumber ajaran normatif, juga terdapat dalam praktik kehidupan umat Islam.
Dalam kehidupan bernegara HAM diatur dan dilindungi oleh perundang-undangan RI, dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh seseorang, kelompok atau suatu instansi atau bahkan suatu Negara akan diadili dalam pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM menempuh proses pengadilan melalui hukum acara peradilan HAM sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang pengadilan HAM.
2.         Saran-saran
Sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan memperjuangkan HAM kita sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa menghormati dan menjaga HAM orang lain jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM. Dan Jangan sampai pula HAM kita dilanggar dan dinjak-injak oleh orang lain.
Jadi dalam menjaga HAM kita harus mampu menyelaraskan dan mengimbangi antara HAM kita dengan HAM orang lain.



BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

*      penerbit : Drs. Arbi Sanit Hendardi ( Menggugat Negara Rasionalitas Demokrasi, HAM dan Kebebasan).
*       Alim, Muhammad. 2001. Demokrasi dan Hak Asasi Manusia dalam Konstiitusi Madinah dan UUD 1945. Yogyakarta: UII Press.
*       Atmasasmita, Romli. 2000. Pengantar Hukum Pidana Internasional. Bandung: PT. Refika Aditama
*       Bahar, Saafroedin. 1997. Hak Asasi Manusia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
*       Komnas HAM. 1998. Membangun Jaringan Kerjasama Hak Asasi Manusia. Jakarta: Komnas HAM.
*       Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat. 2000. Statuta Roma Mahkamah Pidana Internasional. Jakarta: ELSAM.
*       Muzaffar, Chandra. 1995. Hak Asasi Manusia dalam tata Dunia Baru (Menggugat Dominasi Global Barat). Bandung:  Mizan.
*       Undang-Undang RI No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia




Tidak ada komentar:

Posting Komentar